Awalnya saya selalu mencari-cari jati diri saya sendiri. Sampai satu saat, saya bergabung dengan Komunitas Pencinta Alam.
Mulailah saya mengikuti kegiatan-kegiatan komunitas tersebut. Dari mulai naik gunung, hingga melakukan berbagai macam kegiatan sosial. Terasa kebersamaan yang teramat sangat di komunitas ini. Disinilah, awal jati diri saya terbentuk secara alami, dimana kita harus saling menolong tanpa ada unsur pamrih. Dan lebih lanjut saya belajar mengenai arti keikhlasan menolong itu sendiri. Sebab, jika kita sedang di atas Gunung, arti tolong menolong sudah tidak ada lagi, yang ada adalah kebersamaan.
Dan ketika arti kebersamaan itu muncul sebagai pola interaksi, maka keikhlasan menolong, atau kepasrahan untuk ditolong itu akan tumbuh dengan sendirinya.
Pola interaksi komunitas ini pada umumnya adalah, erat dan hangat satu sama lainnya. Tetapi terkadang terjadi gesekan yang sangat, ketika mereka mulai berdiskusi mengenai agama masing-masing.
Sampai satu saat diantara mereka, ada yang berdebat mengenai kemutlakan. Dimana mereka dapat saling mematahkan kemutlakan-kemutlakan dari masing-masing agama, lawan bicaranya.
Tidak etis kalau saya jabarkan, kemutlakan apa yang mereka perdebatkan. Tetapi yang jelas, membuat saya pada kesimpulan, bahwa kemutlakan masing-masing agama yang mereka anut, tidak menjadi mutlak, jika tidak diikuti dengan ke-Iman-an, masing-masing agama mereka sendiri.
Dari situlah saya mulai berfikir, mengenai apa dan bagaimana "Kemutlakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa," yang tidak dapat dipatahkan dengan dalil apapun, tanpa memakai kata-kata ke-Iman-an, yang notabene hanya sebagai kuncian, agar para penganut masing-masing agama tidak lari meninggalkan agama-nya, karena tidak dapat membuktikan dengan logika dan obyektifitas, lalu mencari agama lain yang lebih dapat diterima dengan nalar maupun perasaan.
Karena menurut saya, segala sesuatu yang masih bisa diubah-ubah oleh manusia adalah Ciptaan Manusia.
Dari makna itulah, saya mencoba mencari-cari dengan bertanya kepada om Google, ada gak ya, Agama yang menawarkan pembuktian kemutlakan Tuhan Yang Maha Esa, tanpa menggunakan kuncian Iman???
Hingga saya menemukan sebuah blog yang bertutur mengenai pengalaman pribadinya, mengenai kepindahan dari agama (hasil turun temurun tanpa ia pun mengerti), dan memeluk Agami Jawi. Yang lebih bijak lagi dari penulis Blog tersebut, dia mengatakan bahwa, semua orang dapat memulainya, dengan caranya masing-masing, tetapi pasti nantinya akan mendapatkan jalannya yang hakiki untuk berinteraksi dengan Ghusti.
Terimakasih sobat atas penjelasannya, semoga blog kamu tidak ditutup oleh DepKopInfo (yang mayoritas orang-orangnya pemeluk "Agama Import"), karena membuat pembelajaran yang positif (bagi kami yang berfikir logis dan Obyektif), dan memberi pencerahan, bahwa Agama adalah sesuatu yang sangat logis, tanpa ke-Iman-an yang subyektif dan mengada-ada, sambil menghilangkan kesempatan orang untuk berfikir, sehingga dengan mudah dapat dihasut menjadi Teroris.
Ternyata dunia Maya ini sangat berjasa bagi pencarian jati diri saya, om Google dengan tulus memberikan semua info yang saya butuhkan.
Dan mulai sejak itulah, saya menganut "Agami Jawi," agamanya leluhur orang-orang yang bermukim di Nusantara Indonesia ini.
Catatan :
Ayo kita junjung arti kecintaan produk dalam negeri. Sehingga ibu-ibu kita bisa memakai kebaya asli pakaian Indonesia.
Mulailah saya mengikuti kegiatan-kegiatan komunitas tersebut. Dari mulai naik gunung, hingga melakukan berbagai macam kegiatan sosial. Terasa kebersamaan yang teramat sangat di komunitas ini. Disinilah, awal jati diri saya terbentuk secara alami, dimana kita harus saling menolong tanpa ada unsur pamrih. Dan lebih lanjut saya belajar mengenai arti keikhlasan menolong itu sendiri. Sebab, jika kita sedang di atas Gunung, arti tolong menolong sudah tidak ada lagi, yang ada adalah kebersamaan.
Dan ketika arti kebersamaan itu muncul sebagai pola interaksi, maka keikhlasan menolong, atau kepasrahan untuk ditolong itu akan tumbuh dengan sendirinya.
Pola interaksi komunitas ini pada umumnya adalah, erat dan hangat satu sama lainnya. Tetapi terkadang terjadi gesekan yang sangat, ketika mereka mulai berdiskusi mengenai agama masing-masing.
Sampai satu saat diantara mereka, ada yang berdebat mengenai kemutlakan. Dimana mereka dapat saling mematahkan kemutlakan-kemutlakan dari masing-masing agama, lawan bicaranya.
Tidak etis kalau saya jabarkan, kemutlakan apa yang mereka perdebatkan. Tetapi yang jelas, membuat saya pada kesimpulan, bahwa kemutlakan masing-masing agama yang mereka anut, tidak menjadi mutlak, jika tidak diikuti dengan ke-Iman-an, masing-masing agama mereka sendiri.
Dari situlah saya mulai berfikir, mengenai apa dan bagaimana "Kemutlakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa," yang tidak dapat dipatahkan dengan dalil apapun, tanpa memakai kata-kata ke-Iman-an, yang notabene hanya sebagai kuncian, agar para penganut masing-masing agama tidak lari meninggalkan agama-nya, karena tidak dapat membuktikan dengan logika dan obyektifitas, lalu mencari agama lain yang lebih dapat diterima dengan nalar maupun perasaan.
Karena menurut saya, segala sesuatu yang masih bisa diubah-ubah oleh manusia adalah Ciptaan Manusia.
Dari makna itulah, saya mencoba mencari-cari dengan bertanya kepada om Google, ada gak ya, Agama yang menawarkan pembuktian kemutlakan Tuhan Yang Maha Esa, tanpa menggunakan kuncian Iman???
Hingga saya menemukan sebuah blog yang bertutur mengenai pengalaman pribadinya, mengenai kepindahan dari agama (hasil turun temurun tanpa ia pun mengerti), dan memeluk Agami Jawi. Yang lebih bijak lagi dari penulis Blog tersebut, dia mengatakan bahwa, semua orang dapat memulainya, dengan caranya masing-masing, tetapi pasti nantinya akan mendapatkan jalannya yang hakiki untuk berinteraksi dengan Ghusti.
Terimakasih sobat atas penjelasannya, semoga blog kamu tidak ditutup oleh DepKopInfo (yang mayoritas orang-orangnya pemeluk "Agama Import"), karena membuat pembelajaran yang positif (bagi kami yang berfikir logis dan Obyektif), dan memberi pencerahan, bahwa Agama adalah sesuatu yang sangat logis, tanpa ke-Iman-an yang subyektif dan mengada-ada, sambil menghilangkan kesempatan orang untuk berfikir, sehingga dengan mudah dapat dihasut menjadi Teroris.
Ternyata dunia Maya ini sangat berjasa bagi pencarian jati diri saya, om Google dengan tulus memberikan semua info yang saya butuhkan.
Dan mulai sejak itulah, saya menganut "Agami Jawi," agamanya leluhur orang-orang yang bermukim di Nusantara Indonesia ini.
Catatan :
Ayo kita junjung arti kecintaan produk dalam negeri. Sehingga ibu-ibu kita bisa memakai kebaya asli pakaian Indonesia.